Prinsip dasar perkawinan yang sah adalah memiliki kewajiban saling menafkahi seumur hidup. Nikah mut’ah menyalahi prinsip utama ini karena suami tidak lagi menafkahi istri setelah masa kontrak berakhir. Berakhirnya hubungan secara otomatis, tanpa prosedur cerai, menghilangkan hak istri atas kewajiban nafkah iddah dan mut’ah yang dijamin oleh Hukum Negara.
Ketiadaan pasca-kontrak merupakan kelemahan fatal dalam nikah mut’ah. Dalam pernikahan secara hukum, seorang suami tetap memberikan nafkah selama masa tunggu (iddah) atau tunjangan. Mut’ah secara total ini, meninggalkan istri tanpa kepastian hukum finansial setelah hubungan berakhir.
Indonesia, khususnya KHI, menetapkan bahwa timbul dari ikatan perkawinan yang kekal dan sah. Nikah mut’ah yang tidak memenuhi syarat kekal dan tidak tercatat di Pencatatan Sipil otomatis menghilangkan hak istri untuk menuntut nafkah di pengadilan. Suami mut’ah secara hukum tidak memiliki kewajiban apa pun.
Konsekuensi Perlindungan Wanita yang lemah ini sangat merugikan istri. Tanpa Pencatatan Sipil yang sah, istri tidak memiliki bukti legal untuk memaksakan kewajiban nafkah dari mantan suami mut’ah-nya. Dalam konteks harta gono-gini pun, istri tidak menuntut apa pun, sebuah bukti nyata risiko kepastian hukum yang sangat minim.
Faktanya, nikah mut’ah yang sangat bias gender. Sementara suami mendapatkan kesenangan tanpa ikatan, istri ditinggalkan tanpa Perlindungan Wanita dan kepastian hukum. Jika pernikahan memenuhi syarat dan Pencatatan Sipil dilakukan, suami akan selalu memiliki kewajiban penuh, bahkan setelah perceraian yang sah.
Satu-satunya cara untuk menjamin kewajiban nafkah adalah dengan melakukan pernikahan yang sah dan tercatat di Pencatatan Sipil. Hal ini memastikan bahwa suami secara hukum memiliki kewajiban finansial penuh kepada istri dan anak-anaknya. Mengabaikan legalitas berarti menghilangkan hak fundamental istri.
Mengutamakan pernikahan yang memenuhi syarat sesuai Hukum Negara adalah bentuk tanggung jawab. Itu menjamin kewajiban nafkah dan memberikan Perlindungan Wanita. Hindari nikah mut’ah yang menghilangkan hak istri dan memiliki kewajiban yang hanya berlaku selama kontrak, bukan seumur hidup
